20 April 2021 | 10:30 WIB
Bisnis.com, PALEMBANG – Penghiliran sektor komoditas di Sumatra Selatan perlu didukung upaya pemerintah daerah dalam menyiapkan fasilitas yang menarik minat investor. Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumatra Selatan Hari Widodo mengatakan pemerintah daerah bisa mendukung hiliirasi komoditas melalui penyediaan infrastruktur dan regulasi yang memudahkan dunia usaha untuk berinvestasi. “Apalagi pemerintah sudah menerbitkan Undang Undang Cipta Kerja, ini menjadi peluang untuk mendorong investasi masuk ke daerah, termasuk pula di hilirisasi komoditas,” katanya saat Webinar Jelajah Komoditas Sumatra 2021 dengan tema Komoditas sebagai Penopang Ekonomi Bumi Sriwijaya, pada Selasa (20/4/2021). Hari mengemukakan selama ini perekonomian Sumsel mengandalkan sektor produktif, baik dari komoditas pertanian dan pertambangan. Namun memang perlu adanya pembukaan sektor lanjutan.
Menurut dia, pengembangan industri hilir komoditas bisa meniru sektor otomotif di mana industri tersebut berada dekat dengan pelabuhan ekspor. “Di Tanjung Priok, misalnya ada pelabuhan ekspor untuk kendaraan begitu pula di Thailand, jadi pelaku industri hilirnya mendapat fasilitas yang memudahkan mereka berusaha,” kata dia Hari menjelaskan pembangunan industri hilir, yang membutuhkan investasi, perlu juga memerhatikan kemudahan berusaha (ease of doing business). Oleh karena itu pemerintah daerah perlu memastikan bahwa regulasi, tata ruang wilayah, perizinan, hingga kepastian hukum mendukung untuk investasi. Hari tak menyangkal bukan perkara mudah untuk mendorong hilirisasi ini karena dibutuhkan modal yang sangat besar. Sumsel yang menjadi penghasil karet terbesar di Indonesia hingga kini tidak memiliki pabrik ban lantaran investor menilai belum ada selisih jika dibandingkan membangun pabrik di Jawa. “Kata kuncinya tiga hal, Sumsel harus memperbaiki infrastuktur, membenahi regulasi dan memberikan kepastian hukum,” kata dia. Namun, Hari juga menekankan bahwa Sumsel juga tidak boleh terpaku pada hilirisasi karet dan sawit, karena sejatinya ada potensi lain yang dapat menjadi penopang perekonomian, yakni perikanan, pariwisata dan perkebunan kopi. Sementara itu Kepala Biro Perekonomian Setda Sumsel Afrian Joni mengatakan Pemprov Sumsel sudah memberikan dukungan terhadap hilirisasi sektor komoditas. Teranyar, Pemprov segera merealisasikan pembangunan Pelabuhan Samudra Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin. Pembangunan pelabuhan ini sudah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah pusat yang akan mengucurkan dana sekitar Rp300 miliar pada tahun ini. Hadirnya pelabuhan ini nantinya diharapkan dapat menjadi daya ungkit perekonomian Sumsel sehingga daerah tidak lagi sebatas menjadi eksportir bahan mentah tapi juga sudah menjadi eksportir barang setengah jadi dan barang jadi. Dengan adanya infrastruktur ini maka nilai ekspor Sumsel akan terus meningkat, yang sama artinya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. “Selain itu investor dinyakini akan berani masuk ke Sumsel,” kata dia. Salah satu kabupaten yang getol dalam hilirisasi komoditas yakni Musi Banyuasin, yang mana sudah menghasilkan aspal karet dan minyak sawit jenis industrial Vegetable Oil (IVO). Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex mengatakan Muba sudah melakukan transformasi ekonomi yakni bukan hanya menjual barang metah tapi kini sudah menghilirkan karet dan sawit dengan beragam program yang terintegrasi dari sisi hulu hingga hilir. Tujuan dari transformasi ekonomi ini tak lain untuk mendapatkan nilai tambah karena selama ini para petani rakyat sangat tergantung dengan harga di pasar ekspor. Namun dengan adanya hilirisasi, maka harga dapat terkerek naik karena adanya serapan dalam negeri. Sementara untuk IVO, rencananya penyerapan produk hasil petani sawit Muba ini akan mulai dilakukan pada 2021 untuk menyuplai kebutuhan kilang RU III Plaju, Sumatera Selatan. “Untuk aspal karet sendiri, Muba sudah bisa menyuplai kebutuhan untuk bahan baku pembangunan jalan nasional di Sumatera, sementara untuk IVO nanti kami akan menyuplai ke Pertamina karena saat ini sudah dihasilkan B30,” kata dia. Musi Banyuasin bertekad merealisasikan hilirisasi komoditas ini karena hampir 80 persen penduduknya menggantungkan hidup pada sektor ini. Berdasarkan data pemkab diketahui, luas perkebunan karet rakyat mencapai 459.032 Hektare, perusahaan 7.361 Hektare, sementara perkebunan kelapa sawit rakyat 141.192 Hektare dan perusahaan 302.279 Hektare. Ketua Bidang Komunikasi, Publikasi dan Kampaye Positif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Provinsi Sumatra Selatan Anung Riyanta mengatakan program hilirisasi komoditas sudah dicanangkan sejak lama. Namun kerap sulit terealisasi lantaran Sumsel tidak memiliki pelabuhan laut dalam (samudera). “Pelabuhan bagian penting dari investasi. Sumsel selama ini outletnya berada di Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Dumai, hingga Pelabuhan Panjang Lampung. Sehingga ini yang membuat investor sulit didatangkan,” kata dia. Oleh karena itu, semua stakeholder sawit sangat mengharapkan rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat dapat segera terealisasi karena untuk di Sumsel terdapat 1,2 juta Hektare lahan sawit dengan produksi 3,3 juta ton CPO per tahun. Di Sumsel juga terdapat 267 perusahaan, 77 unit pabrik pengolahan dengan produksi 4.000 ton Fresh Fruit Bunches/hour. “Jika tidak ada investor yang masuk maka potensi yang ada ini akan terbuang percuma. Tidak ada nilai tambah bagi Sumsel karena yang dapatnya daerah lain,” kata dia. Akan lebih baik jika pelabuhan tersebut juga terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus industri sawit seperti yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok.