8 April 2021 | 15:23 WIB
Bisnis.com, JAKARTA - Untuk dapat menjadi negara yang terus berkembang, Indonesia perlu terus menambah jumlah entrepreneur muda.
Untuk itu, universitas dianggap menjadi peran yang penting untuk menumbuhkan jiwa enterpreneur.
Project leader Growth Indonesia a Triangular Approach (GITA), Prof. Neil Towers mengatakan Indonesia masih perlu terus menambah skor human capitalnya. Hal itu disebabkan kerena jumlah jiwa entrepreneur-nya sangat minim di banding dengan negara lain.
"Wadah yang berperan penting untuk mencetak para enterpreneur adalah universitas," katanya secara virtual pada acara Konferensi Internasional GITA, bertema Growing Indonesia : A Triangular Approach, Kamis (8/4/21).
Towers menjelaskan GITA merupakan program pengembangan kapasitas uni eropa dalam proyek pendidikan tinggi yang beroperasi di tingkat nasional, regional, lokal, kelembagaan yang berfokus pada wirausaha.
Sejak 2017, proyek ini telah menciptakan jaringan Growth Hubs yang berkembang di seluruh Indonesia. Dimana bertujuan untuk menanamkan pendidikan kewirausahaan ke dalam kurikulum Universitas dan memberikan layanan dukungan kepada wirausahawan lokal dan bisnis pemula.
Para wirausahawan dianggap sebagai tokoh penting untuk membantu perekonomian negara. Dengan wirausaha secara tidak langsung akan membantu kesejahteraan masyarakat karena terciptanya lapangan kerja.
Prof. Towers menambahkan, salah satu tempat untuk mencetak pengusaha-pengusaha baru adalah perguruan tinggi.
Di beberapa negara maju terbukti banyak pengusaha yang lahir di lingkungan kampus. Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara lain.
Untuk itu, saat ini GITA terus berupaya mengajak kampus untuk melahirkan calon pengusaha muda. Para wirausahawan dapat menciptakan lapangan kerja, kinerja ekonomi, dan stabilitas di negaran. GITA sendiri telah meluncurkan 112 perusahaan startup dari lingkungan kampus.
"Maka dari itu sangat penting bila kampus di Indonesia berperan untuk menumbuhkan jiwa pengusahan dari para mahasiswanya," tambah Tower.
Sementara itu, Rektor President University Jony Oktavian Haryanto mengatakan ada dua aspek utama dalam pengembangan sistem pendidikan tinggi.
Pertama, kini Indonesia sedang bertransformasi, dari negara berkembang menjadi negara maju yang salah satu syaratnya adalah 2 persen dari total populasi adalah entrepreneur.
Saat ini, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, ada 3,1 persen (sekitar 8 juta entrepreneur) dari total populasi di Indonesia yang menjadi entrepreneur. Namun kondisi ini ternyata tidak cukup mampu mendudukkan Indonesia setara dengan negara-negara maju atau negara tetangga seperti Singapura.
Penyebabnya, karena jumlah entrepreneur di Indonesia memang terus bertambah, tetapi di luar negeri, terutama negara-negara maju juga bertambah.
"Jadi kalau Indonesia mau mengimbangi negara-negara maju kita harus terus memperbesar jumlah entrepreneur," ujarnya.
Kementerian Perindustrian menyebut jika Indonesia ingin setara dengan negara-negara maju maka setidaknya ada tambahan sekitar 4 juta entrepreneur baru dari jumlah yang ada saat ini.
Aspek kedua, di negara maju, pendidikan tinggi atau universitas memainkan peran penting dalam penciptaan entrepreneur-entrepreneur baru.
Di AS, misalnya, 46 persen dari lulusan perguruan tinggi di Negeri Paman Sam membangun bisnisnya sendiri. Di Universitas Stanford, 34 persen lulusannya membangun bisnisnya sendiri, Harvard Business School 28 persen lulusannya mendirikan bisnisnya sendiri, sedangkan MIT, sebanyak 26 persennya.
Kondisi yang sama juga terjadi di Inggris. Semisal, sebanyak 27 persen lulusan Oxford University mendirikan usaha sendiri, dan juga 25 persen lulusan London Business School menjadi pengusaha.
Jadi kalau Indonesia mau menjadi negara maju, katanya, kuncinya adalah bagaimana pendidikan tinggi atau universitas menjadi kawah candradimuka bagi penciptaan entrepreneur-entrepreneur baru. Dan, entrepreneurship atau kewirausahaan harus dimasukkan dalam kurikulum di universitas-universitas yang ada di Indonesia.
“Di Presiden University kami mendirikan incubator bisnis bernama Bisnis Akselerator, kami juga bermitra dengan pebisnis sebagai mentor serta mendorong mahasiswa untuk mendirikan usaha sendiri. Kami dengan 6 universitas di Indonesia bergabung dalam GITA konsorsium untuk melahirkan lebih banyak entrepreneur-entrepreneur baru," paparnya.
Sementara itu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, Aris Junaidi mengatakan bila kampus harus memiliki kemampuan untuk mewadahi setiap kemampuan mahasiswa yang berbeda.
Saat ini pula pemerintah telah memberikan program kulikulum yang bisa dipilih secara mandiri oleh mahasiswa. Kedua program tersebut ialah Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) dan sistem khursus online. Keduanya bisa diakses melalui situs spada.kemendikbud dan kuliahdaring.kemendikbud.
"Kami akan memberikan gratis internet dan gratis pelatihan di tahun ini agar para mahasiswa dapat menemukan skill dan juga pontensi untuk menjadi wirausaha," tutup Aris.
Di acara yang sama, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa ) Kemenristek Dikti, Prof Ismunandar memaparkan bila industri dan akademis sangatlah berhubungan. Untuk mendukung para mahasiswa, Dikti telah merancang untuk membimbing menuju kepada pencapaian yang dinginkan.
Ia juga mengatakan ada empat hal yang harus dimiliki oleh pengusaha muda, yaitu kreatifitas, jiwa enterpreneur, soft skill, dan kemampuan menggunakan teknologi digital.
"Untuk menjadi seorang wirausaha mudah yang dapat berkompeten di era 5.0 ini, diperlukan strategi yang mengikuti perkembangan zaman. Terutama memanfaatkan teknologi digital," kata Ismunandar.
Cuplikan Video Event: