27 April 2021 | 15:17 WIB
Bisnis.com, JAKARTA — Tata kelola perusahaan yang tidak baik dinilai sebagai akar permasalahan dari sejumlah kasus asuransi. Masalah itu perlu diatasi dengan implementasi regulasi dan komitmen seluruh pihak.
Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Supriyono menjelaskan bahwa isu tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) kembali menemukan relevansinya saat ini. Tekanan ekonomi akibat Covid-19 membuat dunia usaha menghadapi guncangan hebat dan menguji kualitas tata kelolanya.
Bagi industri asuransi, isu GCG menjadi sorotan karena adanya sejumlah perusahaan yang mengalami gagal bayar. Isu itu pun mendapat perhatian besar di tengah pandemi, saat daya beli masyarakat menurun dan kinerja investasi terkoreksi, sehingga bisnis asuransi menghadapi tantangan.
"Pandemi Covid-19 ini menjadi bukti, hanya perusahaan yang memiliki GCG dengan implementasi bagus yang mampu bertahan. Kita pun perlu meninjau ulang isu-isu fundamental, apa saja yang masih bolong-bolong untuk kita improve lagi," ujar Supriyono dalam dialog Penerapan GCG di Industri Asuransi yang digelar Bisnis pada Selasa (27/4/2021).
Menurutnya, penguatan GCG menjadi hal penting bagi industri, khususnya untuk melindungi kepentingan investor dan pemegang polis. Berbagai persoalan yang ada pun perlu diselesaikan sampai ke akarnya, yakni implementasi GCG.
Supriyono menjelaskan bahwa pembenahan GCG merupakan wewenang dari pengurus suatu perusahaan, sehingga diperlukan integritas yang kuat dari manajemen. Hal itu pun dapat didukung oleh auditor eksternal dan komisaris independen yang mewakili kepentingan pemegang polis.
Dia menekankan bahwa kecukupan struktur organisasi menjadi sangat penting, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang sedang bermasalah. Keberadaan komisaris dan direksi bukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban, tetapi harus benar-benar berfungsi.
Dalam pembenahannya, menurut OJK, manajemen perusahaan asuransi perlu fokus dalam aspek tata kelola investasi, manajemen risiko, pengendalian internal, hingga rencana strategis perusahaan. Selain itu, keterbukaan informasi dan hubungan dengan otoritas pun perlu diperkuat.
"Kalau pakai metafora, [GCG] benar-benar seperti akar, tidak kelihatan dari luar tapi nantinya akan terlihat di buah dan daunnya dalam produk dan service yang dilihat orang. Kalau akarnya kuat, ada angin puyuh seperti apa pun akan tegak berdiri walaupun ada daun dan buah yang rontok," ujarnya.